website statistics
29.4 C
Indonesia
Thu, 25 April 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

29.4 C
Indonesia
Thursday, 25 April 2024 | 15:38:36 WIB

Genap 1 Abad Nahdlatul Ulama, Jadikan Spirit Kebangsaan Menuju Kebangkitan Baru

Sidoarjo | detikNews – Lahir pada 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H, Nahdlatul Ulama (NU), ormas terbesar di Indonesia, menurut penanggalan Qomariyah atau Hijriah, berusia 1 abad, tepatnya 7 Februari 2023 M (16 Rajab 1444 H) rangkaian ucapan 1 abad NU pun ramai mengisi berbagai platform media sosial.

Tingginya antusiasme tersebut menunjukkan besarnya kekuatan cinta pada ormas yang menjadi pondasi penting tercapainya kemerdekaan negeri ini, dan menjadi hal penting untuk kita tela’ah NU dengan relevansinya sebagai Spirit Kebangsaan, sesuai tema besar Perayaan Hari Lahir (Harlah) 1 Abad NU, yang mengusung tema ‘Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru’.

Nama Nahdlatul semula bagian dari nama Sekolah Kebangsaan, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), yang didirikan oleh KH. Wahab Hasbullah pada 1916. Sekolah tersebut bertempat di Kawasan Gg VI/22 Surabaya, tidak jauh dari Kantor PCNU Surabaya saat ini.

Adapun Sekolah tersebut, juga kemudian menjadi Kantor PBNU sebelum akhirnya menjadi Sekolah lagi yang bernama SD Halimah pada 22 April 1974. Sekolah Nahdlatul Wathan tersebut juga memiliki pendidikan kursus yang dikhususkan bagi pemuda yaitu : Jam’iyah Nashihin, yang bertujuan agar para pemuda bisa menyiarkan paham kebangsaan.

Paham kebangsaan tersebut memiliki semboyan ‘Hubbul Wathan Minal Iman’, (bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari Iman). Juga dalam sebuah kaidah : ‘Isy Kariman Auw Mut Syahidan’, (Bahwa pemuda memiliki pilihan, hidup mulia atau mati Syahid).

Sekolah ini kemudian berkembang pesat dan menjadi cikal bakal Sekolah-Sekolah yang mengajarkan agama sekaligus penguatan spirit kebangsaan saat Indonesia dalam cengkraman penjajah.

Baca juga:  Peringati HANI Tahun 2023, BNNK Depok Gelar Donor Darah dan Talkshow Targetkan Depok Bersinar

‘Melalui pendidikan, akan tercetak pemuda penyelamat bangsa’. Kalimat tersebut secara eksplisit menjadi makna perjuangan saat itu. Melalui bekal ilmu dan spirit cinta bangsa, Nahdlatul Wathan pun menjadi pondasi penting bagaimana kemudian pemuda-pemuda saat itu bisa Bersatu dan berani membangun strategi mencapai kemerdekaan bangsa.

Karena kehebatan membangun strategi itulah, yang kemudian mengantarkan sebuah peristiwa penting, yaitu terlaksananya musyawarah di kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah, Kampung Kertopaten, Surabaya, pada hari Selasa, 16 Rajab, 1344 H atau bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.

Berdasarkan buku ‘KH. Abdul Wahab Chasbullah: Hidup dan Perjuangannya’, karya Choirul Anam): dan Perkembangan NU karya Choirul Anam, para Kyai yang hadir dalam pertemuan Kertopaten, Surabaya itu adalah KH Hasyim Asy’ari Tebuireng (Jombang, Jawa Timur), KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas, Jombang, Jawa Timur), KH Bishri Syansuri (Jombang, Jawa Timur), KH Asnawi (Kudus, Jawa Tengah) KH Nawawi (Pasuruan, Jawa Timur) KH Ridwan (Semarang, Jawa Tengah) KH Maksum (Lasem, Jawa Tengah) KH Nahrawi (Malang, Jawa Tengah) H. Ndoro Munthaha (Menantu KH Khalil) (Bangkalan, Madura), KH Abdul Hamid Faqih (Sedayu, Gresik, Jawa Timur) KH Abdul Halim Leuwimunding (Cirebon, Jawa Barat) KH Ridwan Abdullah (Jawa Timur), KH Mas Alwi (Jawa Timur), dan KH Abdullah Ubaid dari (Surabaya, Jawa Timur) Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri (Mesir), dan beberapa ulama lainnya yang tak sempat tercatat namanya.

Pertemuan yang diberi nama ‘Komite Hijaz’ ini diprakarsai oleh K.H. Wahab Hasbullah dan K.H Hasyim Asy’ari. Komite Hijaz inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya NU sebagai respons dari berbagai problem keagamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan kebangsaan dan sosial masyarakat.

Baca juga:  Rekor Baru! Peserta JKN Mencapai 254,9 Juta Penduduk di Bulan Mei 2023

Pada intinya, Komite Hijaz dibentuk sebagai upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan. Selain itu, panitia ini juga bertugas untuk mempersiapkan pengiriman delegasi ke Muktamar Islam di Mekkah yang digagas Ibnu Saud, penguasa baru Hijaz.

Pada hari bersejarah tersebut, ditetapkan Jam’iyah Diniyah Islamiyah Nahdlatul Ulama atau yang sekarang kita kenal sebagai Nahdlatul Ulama (NU). Setelah Jam’iyah pemberi mandat sudah terbentuk, maka agenda selanjutnya membicarakan utusan yang akan diberangkatkan menghadap Raja Ibnu Sa’ud dan diputuskan, utusan yang akan diberangkatkan adalah KH. Raden Asnawi dari Kudus, Jawa Tengah.

Setelah itu, dirumuskan materi yang akan disampaikan kepada Raja Ibnu Sa’ud (Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud), yaitu sebagai berikut:

1. Memohon kepada Raja Ibnu Sa’ud untuk menjamin tetap berlakunya kemerdekaan bermazhab Empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.

2. Memohon tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah, karena tempat tersebut telah diwaqafkan untuk Masjid seperti tempat kelahiran Fatimah, bangunan Khoizuran dan lain-lain.

3. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia Islam setiap tahun, sebelum datangnya musim Haji mengenai hal ikhwal Haji, baik ongkos Haji, perjalanan keliling Makkah maupun Syaikh Haji.

4. Memohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya Undang-Undang tersebut.

5. Jam’iyah NU memohon jawaban tertulis yang menjelaskan, bahwa utusan sudah menghadap Raja Ibnu Sa’ud, dan sudah pula meyampaikan usul-usul NU tersebut.

Baca juga:  Langkah-langkah Evakuasi Saat Terjebak di Lift: Simak Prosedurnya untuk Menghindari Kecelakaan

Secara resmi surat permohonan kepada Raja Ibnu Sa’ud ditulis dalam Bahasa Arab, dan telah pula diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa dangan tulisan ‘Arab Pegon’ seperti dilaporkan oleh Majalah Swara Nadlatoel Oelama, edisi nomor 12, tahun 1 Dzulhijjah 1346 H, halaman 5-7.

Bukan hanya peduli terhadap persoalan ibadah, namun Jam’iyah NU pun memiliki kepedulian tinggi kepada persatuan dan perdamaian. Seperti yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari (Dikutip dari buku KH. Abdul Wahab Chasbullah: Hidup dan Perjuangannya, karya Choirul Anam).

“Janganlah kalian jadikan perdebatan itu menjadi sebab perpecahan, pertengkaran dan permusuh-musuhan. Ataukah kita teruskan perpecahan, saling menghina dan menjatuhkan, saling mendengki kembali kepada kesesatan lama?. Padahal agama kita satu : Islam, Mazhab kita satu : (Imam) Syafi’I. Daerah kita juga satu: Indonesia (waktu itu sebutannya, Jawa), dan kita semua ini juga serumpun Ahlussunnah Wal Jama’ah. Demi Allah hal semacam itu merupakan musibah dan kerugian yang amat besar”.

Dengan begitu, setidaknya NU telah menjadi suri tauladan dua hal penting yaitu : penguatan spirit cinta bangsa yang ditanamkan melalui lembaga pendidikan, dan spirit persatuan sebagai satu anak bangsa yaitu : Indonesia.

Jika pemuda Indonesia saat ini mampu meneladani spirit perjuangan NU yang menguatkan kebangsaan menuju kebangkitan baru, maka sangatlah mungkin tercipta pemimpin hebat bangsa ini. Karena pemuda adalah ‘Pemimpin Harapan Bangsa’, sesuai prinsip ‘Syubbanul Yaum Rijalul Ghod, bahwa pemuda sekarang adalah pemimpin di masa mendatang. Untuk semua pemuda, milikilah karakter-karakter mulia dan bersiaplah membangun segala karya untuk bangsa ini.(Red)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait