website statistics
21.4 C
Indonesia
Thu, 25 April 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

21.4 C
Indonesia
Thursday, 25 April 2024 | 5:55:41 WIB

Hindari Bencana Pemanasan Global, UPER Bersama Pakar Nasional dan Internasional Beri Solusi Pengembangan Blue Carbon

Jakarta | detikNews – Emission Gap Report 2022 yang dirilis United Nations Environment Programme (UNEP) menekankan tentang gentingnya perubahan iklim yang sedang kita hadapi. UNEP mengungkap, bahwa Nationally Determined Contributions (NDC) yang ditetapkan pada COP26 2021, belum memberikan dampak positif terhadap pemanasan global. Dengan kebijakan NDC yang ada, suhu bumi diperkirakan akan meroket dari 1,15⁰ di 2022 menjadi 2,8⁰ di akhir milenium.

Kemudian, dengan melonjaknya temperatur global, permukaan air laut diestimasi akan naik hingga 56 cm, dan berpotensi menenggelamkan Kota-Kota di pesisir. Akibatnya, ratusan juta penduduk terpaksa harus direlokasi. Ilmuwan memprediksi, bahwa gelombang panas laut akan menghancurkan terumbu karang dan biota laut. Jika bumi mencapai suhu 2⁰, sebanyak 73% populasi global akan menderita gelombang panas setiap lima tahun.

“Pemerintah Indonesia telah menetapkan ‘Enhanced Nationally Determined Contribution’, dengan meningkatkan target pengurangan emisi gas rumah kaca, melalui kemampuan sendiri dari 29% menjadi 31,89%. Sedangkan target dengan dukungan internasional meningkat dari 41% menjadi ke 43,2%. Untuk mendukungnya, CSR Pertamina melalui Pertamina Foundation meluncurkan ‘Blue Carbon Initiatives’ , sebagai salah satu prioritas ESG Pertamina. Roadmap empat tahun ‘Blue Carbon Initiatives’ ditargetkan untuk mencapai dampak positif melalui Proyek Reforestasi dan Konservasi Hutan, dengan membangun ‘Desa Energi Berdikari’ serta ‘Perlindungan Biodiversitas”, sebut Presiden Direktur Pertamina Foundation Agus Mashud S. Asngari, dalam wawancara di pembukaan Simposium Internasional Blue Carbon, Senin 19/12/2020.

Baca juga:  Beragam Kisah Alumni UPER Ikuti Program Beasiswa, Mulai dari Mendapatkan Penghargaan Hingga Bekerja di Perusahaan Ternama

Gelaran Simposium internasional bertema ‘The Role of Blue Carbon in REDD+ and NDC’, yang diinisiasi Pertamina Foundation berkolaborasi dengan Universitas Pertamina dan ECADIN, dan dihadiri oleh pakar bidang lingkungan dari dalam dan luar negeri, membahas tentang kebijakan Biodiversitas di wilayah ASEAN, dan peran ‘Blue Carbon’ dalam ekosistem pesisir, serta perkembangan serta peluang pemanfaatan ‘Blue Carbon’.

Carlo M. Carlos pakar bidang lingkungan dari ASEAN Center for Biodiversity menyebut, bahwa upaya ASEAN dalam mengurangi dampak negatif emisi karbon dilakukan melalui program ’22 Action Target for 2030′.

“Melalui ASEAN Center for Biodiversity, kami mengkoordinasikan upaya Konservasi dan keberlanjutan Biodiversitas di negara-negara ASEAN. Diantaranya melalui ASEAN Youth Biodiversity Programme, reduksi polusi, pengelolaan sumber daya alam, pengembangan kapasitas dan lain-lain”, jelas Carlos.

Baca juga:  Gelar Jumpa Pers, Simak Ini yang disampaikan Sam Haris untuk Aremania Kupang

“Di Indonesia, ‘Blue Carbon’ tersebar melalui ekosistem pesisir seperti Hutan Bakau, Hutan Mangrove dan Padang Lamun. Indonesia memiliki 23% dari total luasan Hutan Mangrove dunia, atau sekitar 3,22 juta ha. Potensi jumlah cadangan ‘Blue Carbon’ yang dapat diserap di Indonesia mencapai 891,7 ton C/ha”, lanjutnya.

Besarnya peluang ekosistem pesisir ini menjadi salah satu fokus utama dalam rancangan kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dr. Novi Susetyo Adi, Peneliti Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyampaikan, bahwa Indonesia memasukkan Hutan Mangrove dalam rencana program ‘Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+) berskala yurisdiksi di bawah Dana Karbon Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility / FCPF).

Namun, besarnya peluang tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia juga harus bersiap untuk menghadapi tantangan dalam pengembangan blue carbon. Dr. A’an Johan Wahyudi sebagai perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional mengungkapkan, bahwa Indonesia akan menghadapi tantangan pengembangan berbagai vegetasi yang tumbuh di ekosistem pesisir dan laut, pengembangan area konservasi dan pengurangan emisi karbon.

Baca juga:  Gelar PROTECT 2023, UPER Dorong Inovasi Pemanfaatan AI dalam Industri Migas

Sementara itu, Prof Catherine Lovelock dari School of Biological Sciences The University of Queensland mengungkapkan, bahwa berdasarkan penelitiannya, pengembangan ‘Blue Carbon’ memiliki banyak manfaat. Tidak hanya menambah keberagaman biofisik, ‘Blue Carbon’ mampu membawa peluang finansial seperti objek wisata. ‘Blue Carbon’ juga menghasilkan keragaman hayati, melindungi pesisir pantai, menjaga kualitas air serta menjaga biota laut.

Rektor Universitas Pertamina, Prof. Ir. I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, Ph.D, berharap, Simposium Internasional tersebut dapat membangun kolaborasi riset dan jejaring peneliti ‘Blue Carbon’.

“Universitas Pertamina (UPER) bersama mitra-mitra dalam, dan luar negeri, telah mengumpulkan para pakar untuk membahas tantangan, potensi dan usulan rekomendasi guna pengembangan ‘Blue Carbon’ kepada Pertamina maupun pemerintah”, tutupnya.(Arifin)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait