website statistics
22.4 C
Indonesia
Tue, 16 April 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

22.4 C
Indonesia
Tuesday, 16 April 2024 | 23:50:12 WIB

Jokowi Akan Meluncurkan Upaya Non-Yudisial untuk Mengatasi Pelanggaran HAM Historis dan Mengenali Orang-orang Asing dari Tragedi 1965

Jakarta | detikNews – Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan memulai pencanangan upaya non-yudisial penyelesaian pelanggaran HAM berat di Aceh pada Juni 2023. Salah satu yang menarik dari acara tersebut adalah pengakuan warga negara yang diasingkan setelah Gerakan 1965. Tragedi 30 September (G30S).

“Mereka ini akan kami nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara”, ucap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md usai rapat bersama Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 2 Mei 2023.

Pertemuan tersebut membahas tindak lanjut rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM). Rekomendasi tersebut disampaikan kepada Jokowi pada 11 Januari 2023.

Baca juga:  Pasukan Rusia Dipastikan Telah Keluar dari Kota Kherson Menurut Kementerian Pertahanan Ukraina

Sebagai kepala negara, Jokowi akhirnya mengakui adanya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Berikut 12 kasus pelanggaran HAM yang diakui sesuai rekomendasi tim PPHAM :

  1. Peristiwa 1965-1966.
  2. 1982-1985 Insiden Penembakan Misterius.
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
  5. Penghilangan Paksa 1997-1998.
  6. Mei 1998 Kerusuhan.
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999.
  8. Pembunuhan Dukun 1998-1999.
  9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
  10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
  11. Insiden Wamena, Papua 2003.
  12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Lebih lanjut Mahfud menjelaskan bahwa banyak orang yang tidak terlibat dalam G30S, namun menjadi korban karena tidak diperbolehkan kembali ke Indonesia setelah belajar di luar negeri. Mereka tidak diperbolehkan kembali ke tanah air setelah tragedi G30S.

Baca juga:  Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata Bela Firli Bahuri dan Jelaskan tentang Pemberhentian Brigjen Endar: Saya Ikut Memutuskan bersama Lima Pimpinan KPK

“Mereka ini bukan anggota PKI (Partai Komunis Indonesia), mereka ini korban karena disekolahkan lalu tidak boleh pulang”, terang Mahfud.

Mahfud lantas mencontohkan mantan Presiden Habibie yang tak bisa kembali ke Indonesia setelah belajar di Jerman. Habibie akhirnya bisa kembali setelah bertemu dengan mantan Presiden Soeharto di Jerman.

“Kemudian, dia diundang pulang oleh Pak Harto dan menjadi tokoh yang kemudian menjadi Presiden”, ujarnya.

Menurut catatan Kementerian Hukum dan HAM, saat ini ada sekitar 39 eksil. 39 orang ini akan dinyatakan oleh negara sebagai orang yang tidak pernah mengkhianati negaranya. Mereka tersebar di Rusia, Praha (Republik Ceko), Kroasia, Belanda, dan berbagai negara lainnya.

Baca juga:  Tragedi Kecelakaan Bus di Nigeria Merenggut 22 Nyawa

Disebutkan Mahfud, puluhan eksil itu sebenarnya pernah ditawarkan untuk kembali ke Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, para eksil ini tidak lagi memiliki keluarga di Indonesia, dan aset mereka juga telah habis. Mereka sekarang menikah di negara tempat mereka tinggal saat ini, dan beberapa menjadi profesor di sebuah Universitas di Rusia.

“Mereka ini hanya ingin dinyatakan mereka bukan pengkhianat, mereka belajar, disekolahkan secara sah oleh negara, itu yang disebut orang-orang eksil karena peristiwa tahun 65”, Mahfud.(Arf)

 

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait