website statistics
22.4 C
Indonesia
Thu, 28 March 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

22.4 C
Indonesia
Thursday, 28 March 2024 | 20:25:44 WIB

Kian Percaya Diri Komunitas Cak dan Ning Harap Pertunjukan Ludruk “The Luntas Surabaya” Meregenerasi Penonton

Reporter: Tri

Surabaya | detikNews – Luntas adalah sebuah kelompok ludruk di Surabaya, Jawa Timur. Ludrukan Nom-noman Tjap Arek Soeroboio disebut Luntas memiliki pendekatan kontemporer terhadap kesenian ludruk. Pementasan yang dilakukan menggunakan judul, efek suara, musik, kostum, property, hingga cerita yang lebih kekinian dan menarik perhatian anak muda.
Ludruk menjadi satu di antara kesenian khas Jawa Timur.

Luntas dibentuk pada 21 Januari 2016. Kata Luntas merupakan singkatan dari Ludrukan Nom-noman Tjap Arek Suroboyo atau dalam bahasa Indonesia pementasan ludruk pemuda cap anak Surabaya. LUNTAS diambil dari nama tumbuhan yang banyak manfaatnya. Dalam bahasa Jawa sendiri luntas adalah sejenis semak yang bisa untuk obat , pagar rumah dan dapat dimakan sebagai lalapan beluntas. LUNTAS diharapkan menjadi obat kerinduan akan seni budaya ludruk, menjadi pagar budaya agar ludruk tetap terjaga, dan masih bisa dikonsumsi masyarakat dijaman yang serba modern.

Baca juga:  Proses Konsolidasi KPP Tanpa Aksi Panggung: Anies Baswedan Prioritaskan Diskusi Substansi dan Hasil Konkret Tanpa Spekulasi dan Foto-Foto

Dengan banyak hadirnya penonton usia muda disitu membuktikan adanya regenerasi penonton dari massanya (jaman). Lain halnya bagi orang tua, mereka merasa balik nostalgia pada 30 tahun silam melalui munculnya pertunjukan ludruk baik dari konsep, penataan hingga dengan lakon yang dipentaskan masa kini di warung Mbah Cokro Prapen Surabaya, Sabtu (30/7/2022) malam.

Dihadiri, perwakilan dari komunitas Cak dan Ning yang merupakan dutanya Kota Surabaya, turut mendukung. Dalam sambutannya cak dan ning merupakan bagian dari pembangunan Kota Surabaya, tidak hanya bergerak di bidang wisata, namun bisa menjadi satu kekuatan para pemuda dan pemudi untuk mengubah Kota Surabaya menjadi lebih hebat lagi ke depannya. Ini kekuatan yang luar biasa bagi Surabaya,” melalui seni dan budaya khususnya Ludruk’.

Erland Setiawan atau yang populer dengan panggilan Cak Robetz Bayoned selaku sutradara sekaligus pendiri The Luntas punya alasan. Ia memiliki rasa kekhawatiran terhadap generasi muda sekarang terhadap ludruk, Ia bertekad bagaimanapun cara, ludruk ini harus tetap eksis dan pekerjaanya juga berjalan maksimal.Mengawali jadi ketua, Robert tidak merasa canggung. Semasa hidup para almarhum gurunya termasuk salah satunya pakde Sapari yang kini menjalani perawatan dirumah sakit dr Soetomo, ia sering menyaksikan bagaiman cara mereka memimpin dan mengarahkan anggota Ludruk . Sehingga saya tahu persis waktu itu saat masih ada mereka – mereka yang saya sebut guru” sambung Robert

Baca juga:  Walikota Tanggerang dan Warga Pawai Ta'aruf: Bergandengan Tangan Menyambut Ramadhan

Untuk menjadi anggota Ludruk The Luntas sendiri tidak ada proses seleksi khusus, semua bisa menunjukan kreativitas nya diatas panggung karena, menejemen budaya tidak mentarget harus yang profesional, misalnya jika ada pemain yang sudah ada jadwal luar sibuk, lalu tidak serta merta harus dicopot atau diganti. Pergantian pemain dilakukan jika ada yang mengundrkan diri.Kalau mencari ganti, kata Robert, tidak harus orang hebat atau yang terkenal. Ia lebih memilih anak- anak muda yang memiliki semangat dan tekad. “Kita pilih anak-anak muda, Makannya tidak kehabisan kader,” kalau generasi pemain itu mudah namun yang juga kita gali ialah generasi penonton. tandas dia.

Baca juga:  Semarak "106 Tahun Kebun Binatang Surabaya" Suguhkan Pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk, Ki Cahyo Kuntadi.Cs

Tak ada pakem yang pasti terhadap pertunjukan ludruk, seperti jumlah pemain dan jumlah babak. Para pemain ludruk dituntut berimprovisasi dan mengembangkan jalan cerita yang sudah dibuat terlebih dahulu. Dalam pertunjukan, menari (ngremo) sembari berbicara sendiri mengungkapkan isi hati (kidungan) dengan kaki seringkali menghentak-hentak tanah lapang sehingga menimbulkan bunyi gedrak-gedruk. Dari sinilah kemungkinan asal kata ludruk.

Hingga saat ini ludruk bisa bertahan karena lakon-lakon yang dipentaskan sangat aktual dan akrab dengan budaya setempat. Tentu saja disampaikan dengan bahasa yang komunikatif dan disertai lawakan yang menghibur.(Tri)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait