website statistics
23.4 C
Indonesia
Fri, 26 April 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

23.4 C
Indonesia
Friday, 26 April 2024 | 0:40:53 WIB

Kritisi Baleg DPR RI Yang Berencana Sahkan Perppu Ciptaker Jadi Undang-Undang, Advokat Rohmat Selamat : DPR RI Harus Pikirkan Kesehatan dan Upah Buruh !!

Jakarta | detikNews – Sikapi statement persetujuan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyetujui Rancangan Undang – Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II, dalam Rapat Paripurna masa sidang berikutnya. Advokat Rohmat Selamat.SH.M.Kn mengkritik sikap Badan Legislatif DPR RI yang telah menyetujui membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang tersebut, karena dinilainya sikap DPR telah bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya para pekerja buruh.

“Kami mengkritik sikap Badan Legislatif DPR RI yang tidak peka dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya para pekerja buruh”, ucap Rohmat Selamat.SH.M.Kn, di kantor PWRI Bogor Raya Jln.Mayor Oking Bogor, Kecamatan Bogor Tengah, Sabtu 18/2/2023.

“Sejak DPR RI melakukan pembahasan UU Ciptaker hingga di sahkan menjadi UU No 11 Tahun 2020 silam, telah terlihat banyak perlawanan diantaranya : masyarakat pekerja buruh, dan para Mahasiswa yang masif melakukan aksi demontrasi, hingga akhirnya para buruh melakukan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan, bahwa Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat”, ungkap Rohmat.

Baca juga:  Hadapi Tahun Politik 2024, Ketua PWRI Bogor Raya Tekankan Netralitas dan Profesionalitas KORPRI

“Namun hingga saat ini ternyata Pemerintah dan DPR RI masih ngotot untuk mengesahkan Perppu Ciptaker yang kembali mendapatkan perlawanan dari masyarakat”, sambungnya.

Rohmat menilai, perlawanan yang dilakukan masyarakat tersebut memiliki alasan yang jelas diantaranya sebagai berikut:

1. Upah Minimal.

UU Cipta Kerja menghilangkan upah Sektoral Minimum, dan mengatur formula kenaikan upah minimum yang berbeda dengan UU Ketenagakerjaan. Dampaknya, kenaikan upah minimum menjadi relatif lebih murah.

2. Sistem Kerja Kontrak.

Dalam UU Cipta Kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tidak dibatasi jangka waktu dan batas waktu kontraknya. Karena tidak ada lagi pembatasan jangka waktu kontrak, sehingga memungkinkan buruh untuk dikontrak berulangkali tanpa ada pencabutan menjadi karyawan tetap. Sementara di dalam UU Ketenagakerjaan, Kontrak Kerja yang dibatasi hanya bisa diperpanjang satu kali dan hanya satu kali.

Baca juga:  Semarak Karnaval Kebangsaan Kota Depok, Ribuan Peserta Meriahkan Perayaan HUT RI ke-78 dengan Inspirasi dan Inovasi

3. Praktik Outsourcing/Alih Daya.

UU Cipta Kerja tidak mengatur pembatasan pekerjaan yang dapat dibatasi secara Alih Daya/Outsourcing. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, Outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama, atau bukan dari kegiatan produksi. Sementara itu, UU Cipta Kerja tidak memberikan batasan demikian.

4. Masalah Pesangon.

Sebelumnya aturan mengenai pesangon ada di UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja berpotensi mendapatkan pesangon hingga 2 kali ketentuan, atau dulu kita istilahkan denqan 2 PMTK. Sementara dalam UU Cipta Kerja, maksimal pesangon hanya 1 kali ketentuan. Bahkan kemudian dalam aturan turunannya ada jenis PHK yang hanya mendapatkan 0,5 ketentuan.

Baca juga:  Sesosok Mayat Ditemukan di Dekat Rel Kereta Api

5. Waktu Kerja.

Batasan maksimal jam lembur, dari tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan, yang sebelumnya diatur UU Ketenegakerjaan, menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu di UU Cipta Kerja.

“Selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding”, beber Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Bogor Raya tersebut, yang meminta agar DPR mendengarkan aspirasi masyarakat dan para pekerja buruh Indonesia.

Adapun dari 9 (Sembilan) Fraksi di DPR RI yang hadir dalam Rapat Paripurna tersebut, 2 (Dua) di antaranya menolak penetapan Perppu tersebut yakni : Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Demikian pula DPD RI yang juga turut menyatakan menolak Perppu tentang Cipta Kerja tersebut untuk dijadikan Undang-Undang (UU).(Tanto)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait