website statistics
24.4 C
Indonesia
Thu, 25 April 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

24.4 C
Indonesia
Thursday, 25 April 2024 | 20:33:34 WIB

KUHP Baru Digugat untuk Menghidupkan Aturan yang Telah Dimatikan oleh MK

Jakarta | detikNews – KUHP Nasional sekarang melarang setiap individu untuk menggunakan lambang negara untuk keperluan di luar batas yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun, sebelum KUHP baru ini diberlakukan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya telah menghapus dan mematikan aturan tersebut. Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung telah mengajukan gugatan terhadap pasal tersebut ke MK.

Pasal 237 huruf C KUHP Nasional sebelumnya berbunyi:

Orang yang melanggar dapat dikenai pidana denda kategori II jika menggunakan lambang negara untuk keperluan yang tidak diatur dalam undang-undang.

Baca juga:  Sebuah Kendaraan Bermuatan Bahan Peledak Menabrak Wisma dengan Niat Membunuh di Somalia, Menewaskan 5 Orang

“Dalam petitum permohonan mereka yang dikutip dari berkas permohonan di situs web MK,” Minggu (14/5/2023), mereka menyatakan bahwa pasal 237 huruf C bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012 yang dikeluarkan pada tahun 2013 sebenarnya telah menghapus aturan tersebut. Aturan ini terdapat dalam UU Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Alasan di balik penghapusan pasal tersebut adalah karena Mahkamah berpendapat bahwa pembatasan penggunaan lambang negara adalah bentuk penekanan terhadap ekspresi dan apresiasi identitas warga negara terhadap negaranya. Pembatasan semacam itu dapat mengurangi rasa memiliki warga negara terhadap lambang negara mereka, bahkan dapat mengurangi tingkat nasionalisme, yang bertentangan dengan maksud undang-undang yang berlaku.

Baca juga:  Gerindra Tegaskan Metodologi SETARA Dipertanyakan Terkait Peringkat Kota Cilegon yang Dianggap Paling Intoleran

“Pemerintah tidak menerapkan keputusan MK ini sama sekali. Yang ironis adalah pasal 57, yang sebelumnya dianggap bertentangan dengan UUD 1945, tiba-tiba diberlakukan kembali dan dimasukkan ke dalam KUHP sebagai Pasal 237. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak menghormati keputusan MK atau bahwa keputusan MK hanya dianggap sebagai formalitas belaka, sehingga Pemerintah tidak melaksanakan keputusan MK tersebut yang telah ada dalam Putusan Nomor 4/PUU-X/2012,” kata pemohon.

Baca juga:  Inovasi Semua Puskesmas di Lombok Tengah Jaga Kesehatan dengan Tanaman Obat Teradisional

Oleh karena itu, Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung meminta agar pasal tersebut dihapus dari KUHP yang baru.

“Ini sangat ironis bahwa Pemerintah tidak mengakui atau melaksanakan keputusan MK tersebut dan kembali mencantumkannya dalam KUHP,” tambahnya.

Permohonan ini telah disidangkan dua kali dan masih berlanjut di MK.(Rz)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait