website statistics
30.4 C
Indonesia
Fri, 24 May 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

30.4 C
Indonesia
Friday, 24 May 2024 | 13:18:27 WIB

Dilema Standar Kemiskinan di Indonesia, Antara Politik versus Akurasi Pengukuran

Jakarta | detikNews – Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, mengungkapkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 17,7 persen pada tahun 2022. Angka ini didasarkan pada standar kemiskinan internasional Bank Dunia menggunakan US$ purchasing power parity (PPP) sebesar US$ 3,2 PPP sebagai batas kemiskinan.

Saat ini, Indonesia menggunakan standar US$ 1,9 PPP untuk mengukur kemiskinan ekstrim, yang mencapai 1,5 persen pada tahun 2022, dan menargetkan mencapai 0 persen pada tahun 2024. Namun, menurut Yusuf, Bank Dunia telah menyarankan pemerintah untuk melakukan evaluasi yang lebih baik dalam penanggulangan kemiskinan, dengan tidak lagi menggunakan standar US$ 1,9 PPP, tetapi beralih ke standar US$ 3,2 PPP.

Baca juga:  Sekdakot Depok Inginkan Praja Jogja Bagian dari Warga Depok

“Dengan ukuran extreme poverty US$ 1,9 PPP, angka kemiskinan hanya 1,5 persen. Namun, dalam perhitungan IDEAS, dengan ukuran poverty US$ 3,20 PPP, angka kemiskinan melonjak menjadi 17,7 persen”, ucapnya, Rabu, 7/6/2023.

Yusuf menilai, bahwa pemerintah terlihat enggan menerima usulan dari Bank Dunia ini, dengan alasan utama bahwa penggunaan standar baru tersebut akan menyebabkan peningkatan signifikan jumlah penduduk miskin.

Baca juga:  Polisi akan Mengarahkan Truk ke Exit Tol Terdekat Setelah Perpanjangan Pembatasan Angkutan Barang di Jalan Tol Selama Arus Balik Lebaran 2023

“Secara politik hal ini tentu tidak menguntungkan bagi penguasa, terlebih menjelang pemilu”, tutur Yusuf.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan standar kemiskinan nasional sebagai ukuran kemiskinan resmi di Indonesia. Data kemiskinan dari BPS selalu dipublikasikan secara luas oleh pemerintah berdasarkan survei setiap 6 bulan yang disebut Susenas.

“Pada prakteknya, ukuran kemiskinan US$ 3,2 PPP sesuai rekomendasi dari Bank Dunia lebih relevan, yang menghasilkan angka kemiskinan sekitar 18 persen, dan akan berimplikasi penting bagi strategi pertumbuhan yang lebih inklusif”, jelasnya.

Baca juga:  Polrestabes Surabaya Amankan 8 Kurir Narkoba dengan Barang Bukti 90 Kg Sabu dan 13 Kg Ganja

Yusuf juga memberikan contoh mengenai implementasi kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, di mana pemerintah menggunakan data kemiskinan ‘Mikro’. Data ini berbeda dari data kemiskinan ‘Makro’ dari BPS, yang dikenal sebagai DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang mencakup data sekitar 35 persen keluarga paling miskin.(Arf)

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait