website statistics
22.4 C
Indonesia
Thu, 2 May 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

22.4 C
Indonesia
Thursday, 2 May 2024 | 4:27:51 WIB

Si Dandy Yang Gak Ada Logika

Penulis : Lia Istifhama, Aktivis Perempuan Surabaya.

Surabaya | detikNews – Pertambahan masa tentunya diikuti dengan perubahan peradaban. Perubahan peradaban diwujudkan dalam banyak hal, diantaranya perubahan gaya hidup secara revolusioner. Bahkan, perkembangan digital pun semakin signifikan menjadi influencer dalam hal eksistensi pengguna sosial media.

Diantara potret nyata adalah munculnya crazy rich di usia yang sangat muda dan cenderung tiba-tiba. Tanpa harus mengetahui latar belakang ataupun sumber kekayaan, para crazy rich mampu menyihir publik atas ‘Kesuksesan’ mereka yang terpampang nyata di sosial media.

Karena sosial media menjadi wadah ter-efektif menuju tonggak popularitas, yaitu melalui ‘Workshop’ kekayaan, gaya hidup hedonisme, maupun perilaku yang suka meniru ‘sosok lainnya’ hanya demi satu kata: ‘Eksistensi’.

Flexing. Satu kata tersebut kini semakin viral dan sangat melekat pada karakter seseorang yang selalu ingin terlihat ber-eksistensi dalam sosial media.

Jika dulu eksistensi sebatas akuarium hidup atau diary berjalan untuk menjelaskan apa saja rutinitas harian seseorang, maka sekarang eksistensi tersebut seakan dituntut menuju viral.

Baca juga:  Meriahnya Parade Otomotif Merah Putih dalam Perayaan HUT RI Ke-78 di Kota Tangerang

Melalui flexing atau pamer kekayaan misalnya, pengguna sosmed akan terlihat gagah dan glamor sehingga layak memiliki banyak respon dari pengguna sosmed lainnya.

Secara sederhana, ketidakbijakan bersosial media pun menjadikan seseorang kehilangan entitas atau karakter dirinya sebagai manusia normal. Sedangkan secara lebih jauh bahkan fatal, ketidak bijaksanaan bersosial media pun menjadikan seseorang enggan terlihat lemah dari orang lain. Tak sedikit, yang kemudian menjadikan kekayaan yang dimiliki, menjadi alasan untuk membentuk dirinya sebagai superioritas (unggul) dan sebaliknya, orang lain sebagai inferioritas (rendah).

“Enggak takut gue anak orang mati” contoh satu kalimat yang dipenuhi nafsu kesombongan sekaligus merendahkan orang lain tersebut, dilontarkan oleh pemuda berusia 20 tahun, Mario Dandy.

Berbekal kekayaan ayahnya yang seorang Pejabat Pajak, Dandy pun ingin terlihat ‘dandy’. Namun gaya ‘dandy’ si Dandy ini, tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Demi terlihat gagah di depan kekasihnya yang masih belia, yaitu Agnes Gracia, Dandy pun secara brutal menghina dan menganiaya seorang remaja bernama David.

Baca juga:  Apel Pagi: Sekda Ungkapkan hal ini Kepada Para ASN Depok

Keji, bengis, dan biadab. Ketiga kata tersebut bahkan kurang mampu menggambarkan kejahatan mental si Dandy yang sok ‘dandy’. Manusia yang tidak seperti manusia, atau yang disebut oleh Menteri Agama Gus Yaqut, ‘kebiadaban mereka yang mengaku manusia’.

Ungkapan-ungkapan tersebut kiranya sangat tepat disematkan pada perilaku Mario yang memulai tindakan kejinya dengan meminta David push up 50 kali, melontarkan banyak kalimat tidak pantas, dan berujung pada penganiayaan berat yang menyebabkan remaja mualaf putra dari Pengurus GP Ansor tersebut mengalami Diffuse Axonal Injury (DAI), yaitu cedera atau robekan serabut saraf penghubung panjang otak (akson) yang terjadi saat otak bergeser dan berputar di dalam tulang tengkorak.

Kondisi sangat memprihatinkan dan mengetuk hati nurani publik yang dialami oleh David, menunjukkan bagaimana rasa menunjukkan eksistensi si Dandy sangat tidak logika.

Dandy yang terbentuk sebagai pemuda berkarakter ‘crazy rich’ dengan segala flexing atas gaya hidup hedonnya, ternyata memiliki kemiskinan moral yang sangat tinggi.

Baca juga:  Duduki Jabatan Kepala Satpol PP Kota Depok, Thamrin Siap Lakukan Inovasi untuk Meningkatkan Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja

Mengendarai Rubicon saat melancarkan aksi licik dan keji untuk menjebak David, Dandy hanya ingin terlihat superior dan segala kamuflase kekayaan yang didapatnya dari Rafael Alun, ayahnya, menjadikannya sebagai sosok yang mampu semena-mena tanpa memiliki rasa takut dan belas kasih seperti halnya manusia pada umumnya.

Megalomania, istilah salah satu gejala kondisi gangguan kejiwaan yang kerap disematkan pada orang-orang sok pintar, sok berkuasa, sok kaya dan lain sebagainya, bisa menjadi indikasi mengapa seorang Dandy akhirnya kebablasan dan tidak logika dalam menunjukkan ‘dendy’ atau gaya urbannya kepada kekasih belianya.

Dan kini, harga mahal atas perilaku Dandy menjadi pil pahit yang harus ditelan atas ulah jahat yang menyebabkan seorang remaja kehilangan hari-hari panjang bersama orang tercintanya.

Saat ini, remaja bernama Davis masih harus berjuang untuk hidup, dan pada saat yang sama, Dandy harus menghadapi sanksi sosial dari publik, terutama netizen, yang belum diketahui kapan akan reda.

Baca detikNews.co.id di Google Newsspot_img
Facebook Comment

Berita Terpopuler

Berita terbaru
Berita Terkait